BAB III
Sumber Hukum dan Moral
A. Pengantar
Setiap sesuatu mempunyai aturan. Aturan dibuat untuk terciptanya kemaslahatan. Kemaslahatan adalah gerbang kebahagiaan yang hakiki. Karena kemaslahatan itu untuk semua umat atau makhluk bukan hanya manusia.
Manusia hidup bagaikan ia berada di belantara hutan atau di tengah laut. Ia membutuhkan alat untuk mengetahui apakah ia menghadap ke barat atau ke timur, apakah ke utara atau ke selatan. Kapan ia harus mengembangkan layar kapalnya dan kapan pula ia harus menurunkan layar perahunya. Kapan ia harus berteduh di bawah pohon besar, kapan pula ia harus berpegangan pada dahan pohon yang kecil.
Semua perumpamaan di atas, menunjukkan bahwa manusia harus mempunyai pegangan yang dapat mengarahkan perahu atau kapalnya dengan baik, manusia membutuhkan pedoman kapan ia aman berteduh di pohon besar dan kapan ia harus berpegangan pada dahan yang kecil. Alat yang dapat dijadikan pedoman haruslah yang mempunyai nilai abadi sehingga tidak berubah-ubah digoyang oleh angin laut yang besar. Alat yang mempunyai nilai abadi dan universal hanyalah agama.
B. Agama sebagai Sumber Moral
Islam sebagai sumber moral berlandaskan pada tiga aspek sumber hukum yakni al-Qur’an, Sunnah, dan al-Ijtihad.
1. Pengertian
Secara etimologis al-Qur’an berasal dari qara-a, yaqra-u, qirâatan, qur-ânan artinya bacaan (QS. 75:17-18).
¨bÎ) $uZøŠn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäö�è%ur . #sŒÎ*sù çm»tRù&t�s% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäö�è%
“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu”.
Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan melalui ruhul amin (malaikat Jibril a.s) kepada qalbu Rasulullah Muhammad bin Abdillah dengan bahasa Arab dan kebenaran yang nyata untuk menjadi hujjah bahwa Muhammad saw adalah utusan Allah dan menjadi hukum bagi manusia yang mendapatkan hidayah dengan hidayah-Nya, membacanya sebagai ibadah, yang disusun dengan diawali surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nâs, disampaikan kepada kita dengan jalan mutawatir dan dijaga keasliannya oleh Allah swt. (Abdul Wahab Khalaf, 1978:23)
Pengertian di atas dengan sangat jelas menggambarkan bahwa al-Qur’an adalah bukan buatan manusia, bahkan merupakan hujah atau alasan atau bukti akan kerasulan Muhammad saw. Hal ini membuktikan bahwa Muhammad saw, bukan mengarang-ngarang akan al-Qur’an tersebut, sampai-sampai Allah swt., yang menjaga keasliannya. Bagi umat Islam al-Qur’an adalah satu-satunya kitab petunjuk yang sempurna karena diciptakan oleh dzat yang Maha Sempurna, yakni Allah swt.
2. Klasifikasi ayat berdasarkan nuzul
Ayat-ayat al-Qur’an tidak turun begitu saja ke bumi ini, setiap ayat yang Allah swt., turunkan tentu mengandung jawaban atas apa yang Rasulullah Muhammad saw., hadapi. Ilmu yang membahas sebab-sebab turunnya al-Qur’an disebut dengan asbâbun al-nuzûl.
Berdasarkan klasifikasi turunnya ayat, maka al-Qur’an dibagi menjadi dua golongan ayat, yakni ayat makiyyah dan ayat madaniyah. Ayat-ayat makiyyah yaitu ayat-ayat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebelum hijrah ke Madinah atau Yatsrib sedangkan ayat Madaniyah yaitu ayat-ayat yang duturunkan kepada Nabi Muhammad saw., setelah hijrah ke Madinah atau Yatsrib.
3. Kandungan
Ayat-ayat Makiyyah kebanyakan menjelaskan tentang al-‘aqîdatu al-Islâmiyah yakni tentang keesaan Allah, iman kepada malaikat, nabi, dan hari akhir dan perbincangan dengan orang-orang musyrik serta akibatnya dan ajakan berpikir bukan hanya mengikuti tradisi orang tuanya. Sedangkan ayat-ayat Madaniyyah berisi hukum-hukum fiqh, aturan negara, aturan keluarga, hubungan antara sesama umat Islam dan umat yang lainnya, perjanjian, dan ishlah.(Muhammad Abu Zahrah,1958:77) Begitu sempurna kitab al-Qur’an ini, pantas jika al-Qur’an disebut sebagai kitab yang mengakhiri dan menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya.
4. Kedudukan dan Peran
Dalam tata nilai Islam, al-Qur’an adalah sebagai sumber nilai pertama dan yang utama (QS.5:48). Hal ini berarti jika al-Qur’an sudah menjelaskan dengan rinci dan tidak perlu ada tafsir maka ambillah langsung dengan sumber utamanya. Namun demikian, karena al-Qur’an merupakan kitab yang dipersiapkan untuk sampai hari akhir karenanya dipersiapkan dengan konsep-konsep yang siap dipakai atau diaplikasikan sampai kapan pun.
Kaitan dengan bahasa al-Qur’an, maka seorang muslim harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk dapat memahami bahasa arab dengan baik sehingga dapat memahami al-Qur’an dengan benar. Sehingga merupakan suatu keharusan bagi muslim dan muslimat untuk mengetahui kaidah-kaidah bahasa arab karena al-Qur’an bukan milik para ustadz saja akan tetapi milik semua orang Islam.
Al-Qur’an selain berkedudukan sebagai sumber pertama dan utama di dalam tata nilai Islam, juga berperan bagi umat Islam sebagai: pedoman hidup bagi muttaqîn (di antaranya QS.2:2), rahmat (QS.31:2-3), furqan (QS.2:185), mauidzah (QS.7:145), Busyra (QS.27:1-2), tibyan (QS.16:89), mushaddiq (QS.3:3), nur (QS.5:46), tafshil (QS.12:111), syifa ush shudur (QS. 17:82), hakim (QS.31:2).(Tim Dosen MPK, 2005:46)
5. Mukjizat
Mukjizat berarti melemahkan atas lawan-lawannya, yakni para musyrikin dan kafirin. Al-Qur’an di dalam melemahkan semua lawannya adalah dari segi keindahan bahasanya (QS.2:23, 17:88), pemberitaan tentang masa lalu (QS.29:48), ramalan tentang masa depan (QS.30:2-4), isyarat-isyarat ilmiah yang disampaikannya (QS.23:12-14) (Tim Dosen MPK, 2005:46).
B. As-Sunnah
As-Sunnah sebagaimana Nabi Muhammad saw., sabdakan bahwa seseorang tidak akan tersesat bagi orang yang mau berpegang kepada kedua peninggalan Rasulullah Muhammad saw., yaitu Kitabullah (al-Qur’an) dan sunnah rasul-Nya (as-sunnah).
Banyak orang yang mempersamakan antara sunnah dengan hadits, padahal keduanya mempunyai perbedaan yang sangat jelas. Semua muslim dan muslimat sudah seharusnya mengetahui perbedaan itu sehingga tidak bingung ketika memahami antara hadits dan sunnah. Perbedaan yang mendasar adalah bahwa sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah saw, baik dalam bentuk perkataan, perbuatan, atau ketetapan. (Abdul Wahab Khalaf, 1978:36) Sedangkan hadits lebih dekat hanya ucapan-ucapan Rasulullah saw.
Sunnah dilihat dari sanadnya dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu sunnah mutawatir, sunnah mashurah, dan sunnah ahad. (Abdul Wahab Khalaf, 1978:41) Sedangkan ditinjau dari hakekatnya sunnah dibagi menjadi sunnah qauliyah, fi’liyah, dan sunnah taqririyah. (Muhammad Abu Zahrah,1958:105) Dari segi kualitasnya maka sunnah dibagi menjadi shahih, hasan, dhaif, dan maudhu. (Tim Dosen MPK, 2005:50-51)
Fungsi sunnah dalam hubungannya dengan al-qur’an adalah yaitu untuk menjelaskan kepada umat manusia ajaran-ajaran yang diturunkan Allah swt., melalui al-Qur’an (QS. 16:44, 4:80). Penjelasan Rasulullah saw., terhadap al-Qur’an ada beberapa bentuk, yakni: Bayan Tafsir wa Taudhih, Bayan Ta’qid wa Taqrir, dan Itsbat atau Insya’.
C. Al-Ijtihad
Al-Ijtihad atau ijtihad berasal dari akar juhdu, jihâd, mujâhadah yang berarti kesungguhan atau kerja keras. Sedangkan dalam istilah yang dimaksud dengan ijtihad adalah penggunaan pikiran dengan sungguh-sungguh untuk menetapkan hukum syar’i dengan jalan istimbat melalui sumber al-Qur’an dan as-Sunnah Nabawiyah.
Orang yang berijtihad disebut dengan mujtahid. Karena ijtihad itu memerlukan pengetahuan dan penalaran yang benar, maka demi kepentingan itu ulama menetapkan syarat-syarat mujtahid. Syarat-syarat ini ditetapkan dengan tujuan agar tidak sembarang orang mengaku mujtahid dan berani berijtihad karena bisa jadi hasilnya akan mengacaukan umat manusia khususnya para muslim dan muslimat.
Adapun syarat-syarat itu adalah: menguasai bahasa arab dan ilmu-ilmu yang berkaiatan dengan bahasa arab, menguasai al-Qur’an dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan al-Qur’an, ilmu-ilmu hadits, mengetahui tentang ijma, atsar sahabat, mengetahui ushul fiqh, dan memahami dinamika umat Islam.
Karena syarat-syarat yang begitu susah dan tinggi, maka mujtahid dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, yakni: mujtahid al-Mustaqil, al-Muntasib, al-Muqayyad (at-Takhrij), at-Tarjih, dan al-Fitya. Sedangkan ragam metode ijtihad yang digunakan oleh mujtahid di antaranya ijma’, qiyas, istihsan, maslahah mursalah, istishab, urf, sadduz zara’i, madzhab sahabi, syar’un maqablana, ta’arud al-adillah. (Tim Dosen MPK, 2005:52-56)
C. Fungsi Agama dalam Kehidupan
Sebagaimana dipaparkan pada bahasan sebelumnya, bahwa agama ibarat kompas bagi seorang musafir yang menjelajah jauhnya belantara negeri ini. Maka agama merupakan penunjuk arah bagi musafir tersebut agar tidak tersesat dalam perjalanannya.
Untuk menjadi penunjuk arah sebagaimana kompas haruslah yang mempunyai ketepatan dan memenuhi standar atau aturan internasional agar kompas tersebut tidak mengecewakan penggunanya. Agama yang mempunyai nilai-nilai yang bersifat universal dan dapat dipakai di tempat manapun ialah agama-agama samawi. Karena agama samawi datang dari dzat yang Maha Kuasa dan Maha Agung yaitu Allah SWT.
Islam sebagai salah satu agama samawi telah memberikan panduan hidup bagi para pemeluknya sejak ia bangun tidur sampai dengan tidur lagi. Dalam segala aktifitas, manusia haruslah berpedoman kepada ajaran agamanya. Maka setiap muslim harus dapat mengamalkan ajaran agamanya dengan ketiga sumber nilainya yakni al-qur’an, sunnah, dan al-Ijtihad.
D. Menumbuhkan Kesadaran untuk Taat pada Hukum Allah SWT
Kesadaran untuk patuh kepada hukum Allah SWT adalah mutlak bagi setiap manusia. Karena kepaAllah SWT tersebut mengindikasikan kecintaannya kepada Allah SWT (Mahabbah). Namun seperti yang pernah dibahas sebelumnya bahwa manusia dalam merencanakan untuk melaksanakan kepaAllah SWT terhadap Allah SWT banyak diganggu oleh Iblis atau syaitan yang berusaha untuk menggagalkannya. Oleh karena itu maka manusia dalam melaksanakan rencana kepaAllah SWTnya haruslah berlindung kepada Allah SWT atas godaan syaitan yang terkutuk.
Jika manusia telah melaksanakan kepaAllah SWT terhadap hukum Allah SWTnya, maka ia telah menjadi manusia yang berakhlak mulia. Karena ajaran Allah SWT membawa kemuliaan bagi manusia.
E. Akhlak Mulia dalam Kehidupan
Akhlak berasal dari bahasa arab dari kata kholaqa, yakhluqu, khuluqon. Dalam hidup manusia selalu dihadapkan kepada dualisme ajaran. Dualisme ajaran itu adalah berakhlak mulia dan akhlak tercela.
F. Evaluasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar