BAB II
Universalisme Islam
A. Pengantar
Sebuah agama haruslah yang mempunyai nilai-nilai universal sehingga ia akan dapat dipakai sebagai pedoman kapan dan di manapun pemeluk agama tersebut berada. Islam adalah agama yang mempunyai nilai universal bagi setiap pemeluknya. Di antara nilai keuniversalannya adalah bahwa Islam tidak pernah membedakan diantara pemeluknya baik dari segi pangkat, derajat, dan kekayaan. Islam hanya mengenal taqwa sebagai tingkatan tertinggi bagi pemeluknya. Pangkat taqwa pun tidak hanya milik orang-orang tertentu akan tetapi setiap orang dapat meraih taqwa jika ia berkehendak memperolehnya.
B. Pengertian Agama
Agama sebenarnya susah untuk didefinisikan dengan benar. Karena agama sangat dekat dengan simpul-simpul pengalaman batin bagi para pengikutnya. Namun demikian, kita dapat memahami hal-hal yang bersifat universal bahwa agama mempunyai tata nilai yang berhubungan dengan sesuatu yang dianggap suci dan mutlak kebenarannya, kontribusi sesuatu yang dianggap suci bagi yang meyakininya, dan balas budi atas kontribusi yang diberikan oleh sesuatu yang dianggap suci tersebut kepada yang pribadi yang meyakininya. Kenyataan ini akan menggambarkan banyak ragam pemahaman tentang agama, sehingga kita tidak boleh keheranan atas fenomena yang terjadi saat ini.
Di antara pemberian makna agama adalah yang diungkapkan William James dalam (Biyanto, 2009:3) adalah "sebagai perasaan (feelings), tindakan (acts) dan pengalaman individual manusia dalam kesendirian mereka, saat mencoba memahami hubungan dan posisi mereka dihadapan apa yang mereka anggap suci."
Pengertian agama di atas cukup representative, karena memang realita keberagamaan manusia yang pertama mengandung sesuatu yang dianggap suci karenanya kebenaran yang muncul pun suci sehingga menjadi mutlak. Sesuatu yang suci kemudian dipahami sebagai pencipta alam. Pencipta alam di Indonesia biasa disebut dengan Tuhan dengan penyebutan yang berbeda-beda, umat Islam menyebutnya dengan Allah swt., umat Kristiani menyebutnya Tuhan yang kemudian disimbulkan dengan Yesus, dan lain-lainnya dengan keberagaman yang agama yang ada di dunia ini.
Keyakinan atas adanya sesuatu yang suci menghadirkan keyakinan yang kuat akan kemutlakkan kebenaran yang datang daripadanya. Kondisi yang demikian, maka masing-masing agama mengklaim kebenaran atas agama yang dianutnya.
Keyakinan kemutlakkan kebenaran agama yang dianutnya itu menghadirkan sikap balas budi atas segala sesuatu yang diterimanya dengan menghambakan diri kepadanya melalui jalan yang berbeda-beda sesuai pemahaman yang dibangun dalam ajaran agama tersebut. Agama Hindu di antaranya dengan pemberian sesaji pada tempat dan hari-hari tertentu bagi pemeluknya, Agama Islam dengan melaksanakan ibadah kepada Allah swt., baik yang bersifat mahdhah dang hair al-mahdhah. Begitu pun dengan agama-agama yang lainnya.
C. Hubungan antara Manusia dan Agama
Dalam kehidupan kita sering kita dengan orang mengklasifikan agama ke dalam beberapa klasifikasi ditinjau dari agama atau kepercayaannya. Ada yang mengklasifikasikan ke dalam animisme, dinamisme, theisme, dan atheisme. Pertanyaan yang mendasar pada saat ini apakah setiap manusia pasti memeluk agama atau aliran kepercayaan?
Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah dalam sejarah perkembangan manusia khususnya di Indonesia, masyarakat kita tidak pernah lepas dari apa yang dipercayainya. Sebagai ilustrasi dalam sejarah negeri kita, di tahun 1965 terjadi pergolakan politik yang maha dasyat bagi bangsa ini, yaitu yang kita kenal dengan G 30 S/PKI. Penganut ajaran ini diduga oleh banyak orang adalah orang-orang yang tidak menganut suatu agama sehingga keberadaannya bertentangan dengan konstitusi agama karenanya mereka diusir dan atau dihancurkan dari bumi Indonesia. Namun, apakah anda yakin bahwa mereka adalah orang yang tidak menganut suatu agama?
Jawaban atas pertanyaan ini harus didasarkan kepada data empiris tentunya atau setidaknya pengalaman seseorang yang ada di lapangan terhadap mereka yang dianggap manusia yang tidak beragama. Di luar jawaban empiris, sebenarnya al-Qur’an sebagai sumber nilai dan hukum ajaran Islam telah menjelaskan bahwa tidak ada satu pun manusia yang tidak beragama atau mengakui adanya Tuhan.
øŒÎ)ur x‹s{r& y7•/u‘ .`ÏB ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä `ÏB óOÏdÍ‘qßgàß öNåktJƒÍh‘èŒ öNèdy‰pkôr&ur #’n?tã öNÍkŦàÿRr& àMó¡s9r& öNä3În/t�Î/ ( (#qä9$s% 4’n?t/ ¡ !$tRô‰Îgx© ¡ cr& (#qä9qà)s? tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# $¯RÎ) $¨Zà2 ô`tã #x‹»yd tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÐËÈ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" QS.al-‘Arof:172
Selain itu, sumber kedua ajaran Agama Islam yakni As-Sunnah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah tentang fitrah agama bahwa hakekatnya mereka telah membawa agama Islam ke dunia fana ini.
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ أَنْ يُّهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ رواه مسلم
“Dari Abu Hurairah bahwasanya ia berkata. Rasulullah SAW telah bersabda; bahwa setiap maulud (bayi yang dilahirkan) pasti membawa fitrah, maka kedua orang tuanya lah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani, atau Majusi”. HR Muslim.
D. Agama Islam adalah agama universal
Islam adalah agama yang universal. Sebagai agama universal maka Islam datang dengan membawa kedamaian bagi seluruh alam. Karena itu, aturan-aturan Islam selalu memprioritaskan kedamaian dan kebahagiaan hidup bagi seluruh makhluk Allah swt.
Manusia yang menjadi satu-satunya makhluk Allah swt., sebagai pemegang amanat atau khalifah di bumi maka perikehidupannya diatur dengan rinci dan sempurna, mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali. Indikator bahwa Islam adalah agama universal ditunjukkan oleh ajaran agamanya yang tidak pernah lapuk dimakan oleh jaman dan tidak pernah kering diminum oleh makhluk-Nya. Ajaran Islam akan selalu sesuai dengan perkembangan jaman dan tempat serta waktu yang ada.
Islam pada prinsipnya hanya mengatur aqidah, syari’ah, dan mu’amalah. Aqidah merupakan konsep ajaran Islam yang berhubungan dengan keimanan yang kemmudian dijabarkan dalam 6 (enam) rukun iman, syari’ah adalah kmonsep ajaran Islam yang berhubungan dengan Allah swt., dan merupakan pelaksanaan rukun Islam yang lima, dan mu’amalah yang berisi ajaran yang berhubungan dengan pergaulan antara manusia dengan makhluk Allah swt., lainnya khususnya sesama manusia. Gambaran ketiga akan diulas kemudian.
E. Keimanan dan Ketaqwaan
Iman adalah simbul dari perbuatan manusia yang mengetahui kepada sang pencipta. Iman berasal dari kata âmana, yu’minu, îmânan. Secara umum iman diartikan percaya, yakin. Maka iman menurut bahasa berarti mempercayai atau meyakini sesuatu dengan sebenarnya keyakinan. Iman juga berarti aman, karena iman dapat mendatangkan keamanan atau ketentraman bagi siapa saja yang telah beriman. Selain itu, masih terdapat pengertian yang lain, yakni membenarkan dengan sepenuh hati, mengikrarkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan.
Pembenaran hati saja memang tidaklah cukup, pembenaran hati harus dibarengi dengan keteguhan hati untuk tidak goyah sedikit pun atas keyakinan yang telah diyakininya, kemudian melahirkan iqrar sebagai bentuk lahir atas keyakinannya yang dapat kita dengar. Namun, lafadz iqrar dan keteguhan yang ada di dalam hati dianggap tidak bermakna ketika belum melahirkan bentuk perilaku atas segala sesuatu yang diyakininya. Bentuk lahir dari keyakinan yang teguh itu adalah perilaku yang baik dalam berkata, berperilaku, dan bertindak. Perkataan, perbuatan, dan perilaku yang baik disebut dengan akhlâk al-karîmah.
Iman ditinjau dari istilah muwahhidin, maka iman berarti mempercayai adanya Allah SWT, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan qadla dan qadar-Nya.
F. Filsafat Ketuhanan
Sebelum memahami filsafat ketuhanan ada baiknya jika terlebih dahulu memahami makna filsafat itu sendiri, karena filsafat ketuhanan itu terdiri dari dua kata yakni filsafat dan ketuhanan. Pemahaman yang benar tentang filsafat ketuhanan secara benar, maka akan mengarahkan kita pada pemahaman yang benar akan filsafat ketuhanan.
Filsafat berasal dari bahasa Yunani “philosophia” yang berarti mencintai kebijaksanaan. Kata mencintai kebijaksanaan masih bersifat pasif karenanya hakikat filsafat adalah himbauan atau ajakan atau usaha yang maksimal untuk memperoleh kebijaksanaan. Untuk mendapatkan kebijaksanaan maka dalam usahanya para filosof melakukan tinjauan ilmu dari ontologi, epistemologi, dan axiologi sesuatu yang dicari kebijaksanaannya. Dalam kontek filsafat filsafat ketuhanan dalam ajaran Islam bukan hanya berbicara tentang hakikat Tuhan, tetapi berhubungan langsung dengan ilmu kalam yang muncul setelah masalah politik. Seperti diketahui, bahwa pergolakan politik setelah Umar bin Khatab menimbulkan polemik dan puncaknya pada masa Ali bin Abi Thalib berkaitan dengan tahkim. Pada saat itu muncul orang Islam yang menganggap kafir muslim lainnya.
Dasar pengkafiran sesama muslim itu dimulai oleh murji’ah atas pengikut Ali ra yang masih setia dan pengikut Mu’awiyah bin abi Sofyan adalah QS. Al-Maidah: 44,
!$¯RÎ) $uZø9t“Rr& sp1u‘öqG9$# $pkŽÏù “W‰èd Ö‘qçRur 4 ãNä3øts† $pkÍ5 šcq–ŠÎ;¨Y9$# tûïÏ%©!$# (#qßJn=ó™r& tûïÏ%©#Ï9 (#rߊ$yd tbq–ŠÏY»/§�9$#ur â‘$t6ômF{$#ur $yJÎ/ (#qÝàÏÿósçGó™$# `ÏB É=»tFÏ. «!$# (#qçR%Ÿ2ur Ïmø‹n=tã uä!#y‰pkà 4 Ÿxsù (#âqt±÷‚s? }¨$¨Y9$# Èböqt±÷z$#ur Ÿwur (#rçŽtIô±n@ ÓÉL»tƒ$t«Î/ $YYyJrO WxŠÎ=s% 4 `tBur óO©9 Oä3øts† !$yJÎ/ tAt“Rr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbrã�Ïÿ»s3ø9$# ÇÍÍÈ
“Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”.
Berawal dari hal tersebut, muncul aliran-aliran ketuhanan dalam Islam. Karena aliran ketuhanan itu muncul berasal dari pemikiran maka dapat dianggap sebagai filsafat ketuhanan Islam. Aliran-aliran ketuhanan itu yang paling tampak oleh kita adalah antara qadariyah dan jabbariyah.
Qadariyah menganggap bahwa Allah SWT tidaklah terlalu campur tangan terhadap aktifitas makhluknya. Allah SWT hanya memberikan dua jalan yang berbeda, yakni jalan menuju syurga dan jalan ke neraka dengan memberikan akal kepada manusia untuk memilihnya. Maka manusia dalam hal ini mempunyai free will dan free act. Sehingga ketika manusia bertindak tentu berdasarkan pertimbangan akalnya sehingga baik buruknya sudah dipertimbangkan. Jika mereka berbuat baik, maka adil baginya untuk memperoleh balasan kebaikannya itu, sebaliknya jika mereka bermaksiat maka pantas baginya mereka balasan atas kemaksiatannya.
Berbeda dengan qadariyah, Jabbariyah adalah aliran yang menganggap bahwa Allah SWT bersifat memaksa atas aktifitas manusia sehingga baginya manusia bagaikan wayang dan Allah SWT sebagai dalangnya. Pandangan ini menimbulkan kepasarahan yang sangat dalam, karena seolah-olah manusia tidak mempunyai kebebasan untuk bertindak apalagi menentukan tindakannya itu. Paham ini menimbulkan fatalisme karena banyak pengkutnya yang tidak mau berusaha, karena baginya usaha tiadalah berarti bagi mereka.
G. Evaluasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar